Friday, May 31, 2013




kita kembali ke topik pembahasan tentang pemekaran/pembentukan desa. Tata cara pembentukan, penghapusan, penggabungan desa dan perubahan status desa menjadi kelurahan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006. Menurut Permendagri ini, yang dimaksud dengan pembentukan desa adalah penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Dengan kata lain, Permendagri ini mengatur secara bersamaan paket pembentukan, penggabungan atau penghapusan desa. Pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa. Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal usul desa, adat istiadat dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa dapat dilakukan setelah mencapai usia penyelenggaraan pemerintahan desa paling sedikit 5 (lima) tahun.

Syarat-Syarat Pembentukan Desa

Pembentukan desa harus memenuhi 7 syarat, yaitu:
Satu, jumlah pendudukan untuk wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK, wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau 200 KK, dan wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit 750 jiwa atau 75 KK.
Dua, luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat.
Tiga, wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun.
Empat, sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat.
Lima, potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Enam, batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Tujuh, sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan desa dan perhubungan.

Tatacara Pembentukan Desa

Tatacara Pembentukan Desa adalah sebagai berikut:
NO.
PROSES KEGIATAN
YANG MELAKUKAN/
TERLIBAT
1
2
3
1.
Prakarsa dan kesepakatan masyarakat antuk membentuk desa
Masyarakat
2.
Mengajukan usul pembentukan desa kepada BPD dan Kepala Desa
Masyarakat
3.
Mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul masyarakat tentang pembentukan desa, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan Desa
BPD dan Kepala Desa
4.
Mengajukan usul pembentukan Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi desa yang akan dibentuk
Kepala Desa
5.
Melakukan observasi ke Desa yang akan dibentuk, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati/Walikota
Tim Kabupaten/Kota dan Tim Kecamatan atas perintah Bupati/Walikota
6.
Menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa
Bupati/Walikota (jika layak)
7.
Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa untuk menentukan secara tepat batas-batas wilayah desa yang akan dibentuk
Bupati/Walikota melibatkan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa
8.
Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa hasil pembahasan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna DPRD
Bupati/Walikota
9.
Melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa
DPRD dan Bupati/Walikota, bila diperlukan dapat mengikut-sertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat desa.
10.
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah
Pimpinan DPRD dan Bupati/Walikota
11.
Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama
Pimpinan DPRD
12.
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama
Bupati/Walikota
13.
Mengundangkan Peraturan Daerah di dalam Lembaran Daerah jika Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa dianggap syah
Sekretaris Daerah

Pembentukan Desa di luar desa yang telah ada, diusulkan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat, dengan tata cara pembentukan seperti pada table di atas.

Pembiayaan dan Pengawasan

Pembiayaan pembentukan, pengggabungan dan penghapusan Desa serta perubahan status Desa menjadi Kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

Pembinaan dan pengawasan terhadap Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan status Desa menjadi Kelurahan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pembinaan dan pengawasan tersebut dilakukan melalui pemberian pedoman umum, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi.

TATA CARA PEMENTUKAN DESA/PEMEKARAN DESA BARU




kita kembali ke topik pembahasan tentang pemekaran/pembentukan desa. Tata cara pembentukan, penghapusan, penggabungan desa dan perubahan status desa menjadi kelurahan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006. Menurut Permendagri ini, yang dimaksud dengan pembentukan desa adalah penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Dengan kata lain, Permendagri ini mengatur secara bersamaan paket pembentukan, penggabungan atau penghapusan desa. Pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa. Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal usul desa, adat istiadat dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa dapat dilakukan setelah mencapai usia penyelenggaraan pemerintahan desa paling sedikit 5 (lima) tahun.

Syarat-Syarat Pembentukan Desa

Pembentukan desa harus memenuhi 7 syarat, yaitu:
Satu, jumlah pendudukan untuk wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK, wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau 200 KK, dan wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit 750 jiwa atau 75 KK.
Dua, luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat.
Tiga, wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun.
Empat, sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat.
Lima, potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Enam, batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Tujuh, sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan desa dan perhubungan.

Tatacara Pembentukan Desa

Tatacara Pembentukan Desa adalah sebagai berikut:
NO.
PROSES KEGIATAN
YANG MELAKUKAN/
TERLIBAT
1
2
3
1.
Prakarsa dan kesepakatan masyarakat antuk membentuk desa
Masyarakat
2.
Mengajukan usul pembentukan desa kepada BPD dan Kepala Desa
Masyarakat
3.
Mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul masyarakat tentang pembentukan desa, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan Desa
BPD dan Kepala Desa
4.
Mengajukan usul pembentukan Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi desa yang akan dibentuk
Kepala Desa
5.
Melakukan observasi ke Desa yang akan dibentuk, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati/Walikota
Tim Kabupaten/Kota dan Tim Kecamatan atas perintah Bupati/Walikota
6.
Menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa
Bupati/Walikota (jika layak)
7.
Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa untuk menentukan secara tepat batas-batas wilayah desa yang akan dibentuk
Bupati/Walikota melibatkan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa
8.
Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa hasil pembahasan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna DPRD
Bupati/Walikota
9.
Melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa
DPRD dan Bupati/Walikota, bila diperlukan dapat mengikut-sertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat desa.
10.
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah
Pimpinan DPRD dan Bupati/Walikota
11.
Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama
Pimpinan DPRD
12.
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama
Bupati/Walikota
13.
Mengundangkan Peraturan Daerah di dalam Lembaran Daerah jika Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa dianggap syah
Sekretaris Daerah

Pembentukan Desa di luar desa yang telah ada, diusulkan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat, dengan tata cara pembentukan seperti pada table di atas.

Pembiayaan dan Pengawasan

Pembiayaan pembentukan, pengggabungan dan penghapusan Desa serta perubahan status Desa menjadi Kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

Pembinaan dan pengawasan terhadap Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan status Desa menjadi Kelurahan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pembinaan dan pengawasan tersebut dilakukan melalui pemberian pedoman umum, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi.
 
 
 
 
Undang-undang yang mengatur mengenai pemerintah desa yaitu Pasal 200 s.d. 216 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 32/2004”) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Kemudian, pengaturan mengenai Peraturan Desa (Perdes) diatur dalam Pasal 55 s.d. Pasal 62 PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa (“PP 72/2005”). Perdes merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (Pasal 55 ayat [1] PP 72/2005). Perdes merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat serta dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Pasal 55 ayat [3] dan [4] PP 72/2005).
Jadi, walaupun Perdes ditetapkan oleh Kepala Desa bersama BPD, tetapi materi muatan Perdes hanya dapat memuat penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Untuk melaksanakan Perdes, Kepala Desa dapat menetapkan Peraturan Kepala Desa dan/atau Keputusan Kepala Desa (Pasal 59 ayat [1] PP 72/2005).
Menjawab pertanyaan Anda dapatkah dibuat Perdes yang mengatur tata cara pemungutan pajak yang berlokasi di desa? Untuk menjawab hal tersebut kami akan jelaskan dalam uraian berikut ini.
Pembuatan suatu Perdes berkaitan dengan urusan yang menjadi kewenangan desa antara lain (Pasal 206 UU 32/2004):
a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota;
d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangan-undangan diserahkan kepada desa
Mengenai pajak yang dibayarkan oleh pabrik, Anda tidak menjelaskan lebih lanjut. Pajak yang dikenakan kepada pabrik dapat berupa pajak penghasilan atau pajak bumi dan bangunan. Berdasarkan Pasal 22 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta penjelasannya, dapat diketahui bahwa kewenangan untuk mengatur pemungutan pajak penghasilan ada pada Menteri Keuangan, sehingga pemerintah desa tidak berwenang mengatur tata cara pemungutan pajak penghasilan melalui Perdes. Oleh karena itu, kami asumsikan yang dimaksud dengan pajak dari pabrik adalah pajak bumi dan bangunan (“PBB”), khususnya PBB Perdesaan.
Menurut Pasal 1 angka 37 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU 28/2009”) pengertian PBB perdesaan
“…adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.”
Kemudian, yang disebut sebagai pemungutan pajak PBB Perdesaan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya (Pasal 1 angka 49 UU 28/2009).
PBB Perdesaan termasuk kategori pajak daerah Kabupaten/Kota (Pasal 2 ayat [2] huruf j UU 28/2009). Pabrik merupakan bangunan yang termasuk objek PBB Perdesaan (Pasal 77 ayat [2] huruf a UU 28/2009). Pendataan pabrik sebagai objek pajak dilakukan melalui Surat Pembertahuan Objek Pajak ("SPOP") yang ditandatangani dan disampaikan kepada Kepala Daerah (dalam hal ini Bupati/Walikota). Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah kemudian menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) berdasarkan Pasal 83 jo. Pasal 84 ayat (1) UU 28/2009.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa pemungutan PBB Perdesaan merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Walaupun tidak memungut PBB Perdesaan, Desa akan memperoleh bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota sebagai salah satu sumber pendapatan (Pasal 212 ayat [3] huruf b UU 32/2004). Besarnya bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% dan diberikan langsung kepada Desa (Pasal 68 ayat [1] huruf b PP 72/2005 serta penjelasannya).
Pengalihan kewenangan untuk memungut PBB Perdesaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota baru akan dilakukan 1 Januari 2014 berdasarkan Pasal 2 ayat [1] Peraturan Bersama Menkeu Dan Mendagri No. 213/PMK.07/2010, 58 Tahun 2010 (“Peraturan Bersama”).
Apabila nanti pengalihan kewenangan memungut PBB Perdesaan telah beralih ke Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Kabupaten/Kota tersebut akan mengatur dalam Perda masing-masing (lihat Pasal 3 ayat [1] huruf a Peraturan Bersama). Oleh karena itu, Perdes hanya dapat mengatur tata cara pemungutan PBB Perdesaan jika Perda Kabupaten/Kota telah melimpahkan kewenangan tersebut kepada Pemerintah Desa.

Masalah Kewenangan Pemerintah Desa Memungut Pajak....???

 
 
 
 
Undang-undang yang mengatur mengenai pemerintah desa yaitu Pasal 200 s.d. 216 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 32/2004”) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Kemudian, pengaturan mengenai Peraturan Desa (Perdes) diatur dalam Pasal 55 s.d. Pasal 62 PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa (“PP 72/2005”). Perdes merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (Pasal 55 ayat [1] PP 72/2005). Perdes merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat serta dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Pasal 55 ayat [3] dan [4] PP 72/2005).
Jadi, walaupun Perdes ditetapkan oleh Kepala Desa bersama BPD, tetapi materi muatan Perdes hanya dapat memuat penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Untuk melaksanakan Perdes, Kepala Desa dapat menetapkan Peraturan Kepala Desa dan/atau Keputusan Kepala Desa (Pasal 59 ayat [1] PP 72/2005).
Menjawab pertanyaan Anda dapatkah dibuat Perdes yang mengatur tata cara pemungutan pajak yang berlokasi di desa? Untuk menjawab hal tersebut kami akan jelaskan dalam uraian berikut ini.
Pembuatan suatu Perdes berkaitan dengan urusan yang menjadi kewenangan desa antara lain (Pasal 206 UU 32/2004):
a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota;
d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangan-undangan diserahkan kepada desa
Mengenai pajak yang dibayarkan oleh pabrik, Anda tidak menjelaskan lebih lanjut. Pajak yang dikenakan kepada pabrik dapat berupa pajak penghasilan atau pajak bumi dan bangunan. Berdasarkan Pasal 22 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta penjelasannya, dapat diketahui bahwa kewenangan untuk mengatur pemungutan pajak penghasilan ada pada Menteri Keuangan, sehingga pemerintah desa tidak berwenang mengatur tata cara pemungutan pajak penghasilan melalui Perdes. Oleh karena itu, kami asumsikan yang dimaksud dengan pajak dari pabrik adalah pajak bumi dan bangunan (“PBB”), khususnya PBB Perdesaan.
Menurut Pasal 1 angka 37 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU 28/2009”) pengertian PBB perdesaan
“…adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.”
Kemudian, yang disebut sebagai pemungutan pajak PBB Perdesaan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya (Pasal 1 angka 49 UU 28/2009).
PBB Perdesaan termasuk kategori pajak daerah Kabupaten/Kota (Pasal 2 ayat [2] huruf j UU 28/2009). Pabrik merupakan bangunan yang termasuk objek PBB Perdesaan (Pasal 77 ayat [2] huruf a UU 28/2009). Pendataan pabrik sebagai objek pajak dilakukan melalui Surat Pembertahuan Objek Pajak ("SPOP") yang ditandatangani dan disampaikan kepada Kepala Daerah (dalam hal ini Bupati/Walikota). Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah kemudian menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) berdasarkan Pasal 83 jo. Pasal 84 ayat (1) UU 28/2009.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa pemungutan PBB Perdesaan merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Walaupun tidak memungut PBB Perdesaan, Desa akan memperoleh bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota sebagai salah satu sumber pendapatan (Pasal 212 ayat [3] huruf b UU 32/2004). Besarnya bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% dan diberikan langsung kepada Desa (Pasal 68 ayat [1] huruf b PP 72/2005 serta penjelasannya).
Pengalihan kewenangan untuk memungut PBB Perdesaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota baru akan dilakukan 1 Januari 2014 berdasarkan Pasal 2 ayat [1] Peraturan Bersama Menkeu Dan Mendagri No. 213/PMK.07/2010, 58 Tahun 2010 (“Peraturan Bersama”).
Apabila nanti pengalihan kewenangan memungut PBB Perdesaan telah beralih ke Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Kabupaten/Kota tersebut akan mengatur dalam Perda masing-masing (lihat Pasal 3 ayat [1] huruf a Peraturan Bersama). Oleh karena itu, Perdes hanya dapat mengatur tata cara pemungutan PBB Perdesaan jika Perda Kabupaten/Kota telah melimpahkan kewenangan tersebut kepada Pemerintah Desa.

Wednesday, May 29, 2013

Kamis, 23 Mei 2013 17:39
Demo, Warga Tuntut Pertanggung-jawaban Kades Balai Makam

Puluhan warga berdemo di Kantor Desa Balai Makam, Mandau. Mereka minta pertanggung-jawaban kepala desa atas sejumlah program.

Riauterkini - DURI - Seratusan warga Desa Balai Makam, Kecamatan Mandau, Bengkalis Kamis, (23/5/13) sekitar pukul 09.30 WIB mendatangi Kantor Desa Balai Makam di Jalan LKMD. Mereka menentang gerakan anti pemekaran yang tidak menginginkan Balai Makam dimekarkan menjadi 4 desa dan meminta pertanggung jawaban Kades Balai Makam, Agushar atas penolakan pemekaran desa menjadi empat tersebut.

Dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat, seratusan warga itu mendatangi Kantor Desa dengan Membawa spanduk bertuliskan "Tegakkan Perda untuk kepentingan masyarakat banyak. Jangan mementingkan kepentingan pribadi dan politik. Menentang anti pemekaran menjadi 4 desa serta Meminta pertanggung jawaban Agushar atas penolakan Perda Nomor 15 Tahun 2012 " Warga melantangkan suaranya. Mereka berharap aksi ini bisa membuka mata Pemkab Bengkalis bahwa penolakan pemekaran 4 desa itu tidak didukung sepenuhnya oleh masyarakat.

" Ini penolakkan yang sangat aneh. Jelas-jelas Pemkab Bengkalis sudah memekarkan Balai Makam menjadi 4 desa, tapi kenapa ini malah di tolak. Dimana-mana pemekaran itu diharapkan masyarakat, tapi ini malah di tolak,"sesal Koordinator Aksi, Andre.

Dikatakan Andre, penolakan yang dilakukan Kades Balai Makam dengan segenap jajarannya merupakan bentuk penzaliman terhadap masyarakat. Indikasi ini dilandasi dengan masih banyaknya masyarakat miskin yang belum terlayani maksimal lantaran jauhnya rentang kendali dengan desa. Tidak hanya itu, jumlah penduduk yang cukup banyak dan luasnya wilayah juga menjadi alasan warga untuk menerima pemekaran 4 desa itu.

"Penolakan ini kita curigai syarat kepentingan pribadi dan politik. Makanya kita minta pertanggung jawaban pihak terkait. Baik itu Kades, BPD maupun BPMPD Bengkalis,"jelas Andre lagi.

Dirikan Posko

Selain mengelar aksi orasi yang dijaga ketat oleh puluhan personil kepolisian, warga juga berencana mendirikan posko aspirasi di Kantor Desa itu. Posko didirikan sembari menunggu tanggapan dari Bupati Bengkalis.

"Kami akan dirikan Posko aspirasi disini. Biar Bengkalis bisa membuka matanya, bahwa kami sangat menginginkan desa ini dimekarkan menjadi 4. Dimana-mana pemekaran itu akan mensejahterakan masyarakatnya,"tambah tokoh pemuda, Anwar.

Sementara itu aksi warga itu, ditanggapi secara serius oleh Ketua BPD Balai Makam, Rahmat Yusuf. Menurutnya aspirasi itu merupakan masukan dari masyarakat yang harus ditampung dan segera di koordinasikan dengan BPMPD Bengkalis. " Kita hargai aspirasi ini dan segera kita tindak lanjuti ke Bengkalis. Kalau warga mau buat posko aspirasi disini silahkan saja. Sepanjang tidak menganggu layanan kepada masyarakat,"ungkap Rahmat.***(hen)

sumber : http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=60235


Demo aspirasi 4 Desa

Kamis, 23 Mei 2013 17:39
Demo, Warga Tuntut Pertanggung-jawaban Kades Balai Makam

Puluhan warga berdemo di Kantor Desa Balai Makam, Mandau. Mereka minta pertanggung-jawaban kepala desa atas sejumlah program.

Riauterkini - DURI - Seratusan warga Desa Balai Makam, Kecamatan Mandau, Bengkalis Kamis, (23/5/13) sekitar pukul 09.30 WIB mendatangi Kantor Desa Balai Makam di Jalan LKMD. Mereka menentang gerakan anti pemekaran yang tidak menginginkan Balai Makam dimekarkan menjadi 4 desa dan meminta pertanggung jawaban Kades Balai Makam, Agushar atas penolakan pemekaran desa menjadi empat tersebut.

Dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat, seratusan warga itu mendatangi Kantor Desa dengan Membawa spanduk bertuliskan "Tegakkan Perda untuk kepentingan masyarakat banyak. Jangan mementingkan kepentingan pribadi dan politik. Menentang anti pemekaran menjadi 4 desa serta Meminta pertanggung jawaban Agushar atas penolakan Perda Nomor 15 Tahun 2012 " Warga melantangkan suaranya. Mereka berharap aksi ini bisa membuka mata Pemkab Bengkalis bahwa penolakan pemekaran 4 desa itu tidak didukung sepenuhnya oleh masyarakat.

" Ini penolakkan yang sangat aneh. Jelas-jelas Pemkab Bengkalis sudah memekarkan Balai Makam menjadi 4 desa, tapi kenapa ini malah di tolak. Dimana-mana pemekaran itu diharapkan masyarakat, tapi ini malah di tolak,"sesal Koordinator Aksi, Andre.

Dikatakan Andre, penolakan yang dilakukan Kades Balai Makam dengan segenap jajarannya merupakan bentuk penzaliman terhadap masyarakat. Indikasi ini dilandasi dengan masih banyaknya masyarakat miskin yang belum terlayani maksimal lantaran jauhnya rentang kendali dengan desa. Tidak hanya itu, jumlah penduduk yang cukup banyak dan luasnya wilayah juga menjadi alasan warga untuk menerima pemekaran 4 desa itu.

"Penolakan ini kita curigai syarat kepentingan pribadi dan politik. Makanya kita minta pertanggung jawaban pihak terkait. Baik itu Kades, BPD maupun BPMPD Bengkalis,"jelas Andre lagi.

Dirikan Posko

Selain mengelar aksi orasi yang dijaga ketat oleh puluhan personil kepolisian, warga juga berencana mendirikan posko aspirasi di Kantor Desa itu. Posko didirikan sembari menunggu tanggapan dari Bupati Bengkalis.

"Kami akan dirikan Posko aspirasi disini. Biar Bengkalis bisa membuka matanya, bahwa kami sangat menginginkan desa ini dimekarkan menjadi 4. Dimana-mana pemekaran itu akan mensejahterakan masyarakatnya,"tambah tokoh pemuda, Anwar.

Sementara itu aksi warga itu, ditanggapi secara serius oleh Ketua BPD Balai Makam, Rahmat Yusuf. Menurutnya aspirasi itu merupakan masukan dari masyarakat yang harus ditampung dan segera di koordinasikan dengan BPMPD Bengkalis. " Kita hargai aspirasi ini dan segera kita tindak lanjuti ke Bengkalis. Kalau warga mau buat posko aspirasi disini silahkan saja. Sepanjang tidak menganggu layanan kepada masyarakat,"ungkap Rahmat.***(hen)

sumber : http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=60235