Friday, May 31, 2013

Masalah Kewenangan Pemerintah Desa Memungut Pajak....???

 
 
 
 
Undang-undang yang mengatur mengenai pemerintah desa yaitu Pasal 200 s.d. 216 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 32/2004”) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Kemudian, pengaturan mengenai Peraturan Desa (Perdes) diatur dalam Pasal 55 s.d. Pasal 62 PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa (“PP 72/2005”). Perdes merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (Pasal 55 ayat [1] PP 72/2005). Perdes merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat serta dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Pasal 55 ayat [3] dan [4] PP 72/2005).
Jadi, walaupun Perdes ditetapkan oleh Kepala Desa bersama BPD, tetapi materi muatan Perdes hanya dapat memuat penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Untuk melaksanakan Perdes, Kepala Desa dapat menetapkan Peraturan Kepala Desa dan/atau Keputusan Kepala Desa (Pasal 59 ayat [1] PP 72/2005).
Menjawab pertanyaan Anda dapatkah dibuat Perdes yang mengatur tata cara pemungutan pajak yang berlokasi di desa? Untuk menjawab hal tersebut kami akan jelaskan dalam uraian berikut ini.
Pembuatan suatu Perdes berkaitan dengan urusan yang menjadi kewenangan desa antara lain (Pasal 206 UU 32/2004):
a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota;
d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangan-undangan diserahkan kepada desa
Mengenai pajak yang dibayarkan oleh pabrik, Anda tidak menjelaskan lebih lanjut. Pajak yang dikenakan kepada pabrik dapat berupa pajak penghasilan atau pajak bumi dan bangunan. Berdasarkan Pasal 22 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta penjelasannya, dapat diketahui bahwa kewenangan untuk mengatur pemungutan pajak penghasilan ada pada Menteri Keuangan, sehingga pemerintah desa tidak berwenang mengatur tata cara pemungutan pajak penghasilan melalui Perdes. Oleh karena itu, kami asumsikan yang dimaksud dengan pajak dari pabrik adalah pajak bumi dan bangunan (“PBB”), khususnya PBB Perdesaan.
Menurut Pasal 1 angka 37 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU 28/2009”) pengertian PBB perdesaan
“…adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.”
Kemudian, yang disebut sebagai pemungutan pajak PBB Perdesaan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya (Pasal 1 angka 49 UU 28/2009).
PBB Perdesaan termasuk kategori pajak daerah Kabupaten/Kota (Pasal 2 ayat [2] huruf j UU 28/2009). Pabrik merupakan bangunan yang termasuk objek PBB Perdesaan (Pasal 77 ayat [2] huruf a UU 28/2009). Pendataan pabrik sebagai objek pajak dilakukan melalui Surat Pembertahuan Objek Pajak ("SPOP") yang ditandatangani dan disampaikan kepada Kepala Daerah (dalam hal ini Bupati/Walikota). Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah kemudian menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) berdasarkan Pasal 83 jo. Pasal 84 ayat (1) UU 28/2009.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa pemungutan PBB Perdesaan merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Walaupun tidak memungut PBB Perdesaan, Desa akan memperoleh bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota sebagai salah satu sumber pendapatan (Pasal 212 ayat [3] huruf b UU 32/2004). Besarnya bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% dan diberikan langsung kepada Desa (Pasal 68 ayat [1] huruf b PP 72/2005 serta penjelasannya).
Pengalihan kewenangan untuk memungut PBB Perdesaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota baru akan dilakukan 1 Januari 2014 berdasarkan Pasal 2 ayat [1] Peraturan Bersama Menkeu Dan Mendagri No. 213/PMK.07/2010, 58 Tahun 2010 (“Peraturan Bersama”).
Apabila nanti pengalihan kewenangan memungut PBB Perdesaan telah beralih ke Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Kabupaten/Kota tersebut akan mengatur dalam Perda masing-masing (lihat Pasal 3 ayat [1] huruf a Peraturan Bersama). Oleh karena itu, Perdes hanya dapat mengatur tata cara pemungutan PBB Perdesaan jika Perda Kabupaten/Kota telah melimpahkan kewenangan tersebut kepada Pemerintah Desa.

0 komentar:

Post a Comment