Budiman Sudjatmiko
Rabu, 09 November 2011 14:37
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai mengabaikan pemerintahan desa. Akibatnya, pembangunan yang berlangsung bukan membangun desa, melainkan pembangunan di desa. Masyarakat desa hanya sebagai obyek, tidak berdaya, dan puncaknya mengubah sekretaris desa sebagai pegawai negeri sipil.
"Pemerintahan desa itu unik. Pemerintahan desa menjadi cagar budaya yang membentengi masyarakat dari intervensi pemodal kuat ataupun pemodal asing. Ini semestinya dipertahankan karena desa ibarat dapur bangsa ini"; kata anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Budiman Sudjatmiko, Senin (7/11), ketika berdialog soal pemerintahan desa di ruang Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPRD Jawa Tengah di Semarang.
Dialog itu diadakan Fraksi PDI-P yang diketuai Nuniek Sri Yuningsih. Dia menilai, pemerintahan desa itu memberi layanan 24 jam. Fungsi sekretaris desa bisa melayani masyarakat, termasuk kepala desa, baik siang hari maupun malam hari, apalagi kalau desanya terpencil. Namun, setelah sekretaris desa jadi pegawai negeri sipil, jam kerja mulai pukul 07.00 sampai 17.00 saja.
Budiman mengatakan, kekacauan pemerintahan desa ini sudah banyak dikeluhkan oleh kepala desa. Setidaknya itu yang tecermin dari pertemuannya dengan kepala desa di 47 kabupaten/kota di Indonesia.
Pengaturan pemerintahan desa saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa. Peraturan ini dinilai tidak memberi otonomi desa secara penuh.
Akibat tidak ada otonomi desa, banyak program pembangunan hanya bersifat proyek.
Sumber: Kompas
0 komentar:
Post a Comment